KELAS MBA BESAR
DARI MANDIRI-CIPUTRA
Manufacturing
Hope
oleh Dahlan Iskan Menteri BUMN
oleh Dahlan Iskan Menteri BUMN
Saya
terharu panjang pada minggu lalu di Hongkong. Bahagia. Juga bangga. Dan ikut
bergelora. Lebih dari 500 tenaga kerja wanita (TKW) hari iut menyelesaikan
pendidikan Entrepreneurship tiga jenjang selama 18 minggu. Sebuah pendidikan
metode dan pelaksanaannya dilakukan oleh Pusat Entrepreneurship Universitas
Ciputra dengan dukungan pembiayaan penuh dari Bank Mandiri.
Mereka
tidak hanya diberi pengetahunan bisnis, tapi dan yang utama juga dibangkitkan
harga dirinya, dimunculkan kemampuan usahanya, dan dihidupkan rasa percaya
dirinya.
Mereka juga terus dilatih menuliskan mimpi, mengemukan mimpi, dan merencanakan untuk melaksanakan mimpi mereka. Mimpi itu harus ditulis dengan amat pendek, ditempel di dinding, dilihat sebelum tidur. Setiap Hari. Dan boleh diubah.
Mereka juga terus dilatih menuliskan mimpi, mengemukan mimpi, dan merencanakan untuk melaksanakan mimpi mereka. Mimpi itu harus ditulis dengan amat pendek, ditempel di dinding, dilihat sebelum tidur. Setiap Hari. Dan boleh diubah.
Mereka
juga dilatih mengemukakan ide dalam pidato tiga menit di depan umum. Didepan
kelas. Tidak boleh lebih dari tiga menit. Saya setuju. Pengusaha harus berani
bicara, pandai bicara, tapi tidak boleh banyak bicara.
Ketika
menyaksikan mereka tampil dengan penuh percaya diri (ada yang bicara dalam
bahasa Mandarin, Canton, dan sebagian lagi dalam bahasa Inggris), saya angkat
topi kepada para TKW itu.
Juga
kepada para instruktur yang sudah berhasil membuat mereka berubah. Antonius
Tanan, rector Universitas Ciputra Entrepreneurship Center, dan timnya rupanya
tidak hanya telah mengajar, tapi lebih-lebih telah memotivasi mereka. Antonius
rupanya berhasil menemukan faktor utama untuk memotivasi mereka: keluarga.
Semua wanita yang pergi ke Hongkong untuk menjadi TKW itu adalah mereka yang
berjuang untuk keluarga.
Lebih
dari dua pertiga yang ikut program itu berstatus ibu rumah tangga. Mereka
meninggalkan anak yang masih kecil dan suami masing-masing. Hanya dorongan yang
amat kuat untuk memperbaiki ekonomi keluargalah yang membuat mereka rela
berpisah bertahun-tahun. Tentu anak-anak mereka amat sedih karena tumbuh tanpa
ibu. Anak-anak itu juga amat rindu pada kasih sayang ibunda. kesedihan dan
kerinduan anak-anak yang tinggal di kampung itulah yang direkam dalam bentuk
video dan diputar di depan kelas. Kelas bisnis itu hening. Lalu, terdengar isak
tangis. Mereka menangis. Juga saya. Juga Dirut Bank Mandiri Zulkifli Zaini.
Tapi
diruangan itu Antonius tidak mau menimbulkan kesan bahwa mereka adalah ibu-ibu
yang tega. Antonius lebih memberikan gambaran betapa sang ibu sebenarnya juga
amat sedih meninggalkan anak-anak kecil mereka. Sang ibu meninggalkan anak-anak
itu bukan tkarena tega, tapi justru demi anak itu sendiri. Demi masa depan
mereka. Pendidikan mereka. Meninggalkan anak untuk anak itu sendiri.
Memang
kenyataannya banyak ibu yang lantas bergantung pada penghasilan sebagai TKW.
Selesai kontrak dua tahun, mereka balik lagi ke Hongkong dua tahun berikutnya.
Berikutnya lagi. Begitu seterusnya hingga banyak yang sudah delapan tahun belum
juga bisa kembali berkumpul dengan anak. Bisnislah yang akan bisa membuat
mereka kembali berkumpul degan keluarga. Kerinduan akan keluarga itu harus jadi
motivasi utama untuk memulai bisnis.
Ilmu
diberikan. Cara distimulasikan. Jalan ditunjukan. Tabungan ada. Kemampuan
dimunculkan. Percaya diri sudah tinggi. Tekat sudah membaja. Terutama tekat
untuk berkumpul dengan keluarga. Melihat semua itu, hari itu saya putuskan
untuk tidak jadi pidato. Tidak jadi mengajar. Pidato sudah tidak akan penting
lagi. Mereka sudah begitu siap memulai bisnis di kampung masing-masing. Saya
hanya menyampaikan keyakinan bahwa mereka bisa.
Dalam
bisnis, yang paling sulit adalah memulainya. Sedang mereka sudah sangat siap
memulai. Yang juga sulit adalah mengubah sikap dari orang penganggur atau
seorang pekerja menjadi seorang pengusaha. sedang mereka sudah siap berubah.
Orang yang sulit berubah akan sulit jadi pengusaha. Padahal, mereka adalah
orang-orang yang sudah membuktikan bahwa diri mereka pernah membuat perubahan
besar dalam hidup masing-masing. Yakni, waktu mereka memutuskan berani
meninggalkan kampung halaman untuk pergi ke Hongkong.
Itu
adalah sebuah perubahan besar yang amat besar yang pernah mereka buat. Itu
modal penting untuk perubahan berikutnya : dari pekerja ke calon juragan
pekerja. Waktu say ataman Madrasah Aliyah (SMA) dan memutuskan meninggalkan
kampung halaman di pelosok desa di Magetan untuk merantau ke Kaltim, itulah
perubahan terbesar dalam hidup saya. Waktu memutuskan itu, rasanya dunia
seperti mau kiamat. Gelap dan kalut. Putuslah semua akar kehidupan. Apalagi
harus meninggalkan Aishah.
Padahal,
para TKW itu tidak se kadar ke Kaltim yang hanya beda provinsi, melainkan ke
Negara orang lain dengan bahsa dan budaya yang amat berbeda.
Program
Bank Mandiri itu sudah berlangsung tiga angkatan. Berarti sudah 1.500 TKW yang
sudah dan siap berubah jadi pengusaha. Lulusan angkatan pertama yang kini sudah
jadi pengusaha sapi perah dan resto lesehan di Purwokerto, Kartilah,
ditampilkan sebagai role model. Dia juga membawa anaknya yang kini sudah SMA,
yang dulu bertahun-tahun ditinggalkannya.
“Waktu
saya kembali dari Hongkong, mengakhiri status sebagai TKW, saya tidak langsung
pulang,” ujar Kartilah dengan gaya yang sudah benar-benar pengusaha. “Saya
langsung ke pasar sapi. Beli sapi” katanya. “Kalau pulang dulu, bisa-bisa gagal
jadi pengusaha,” tambah Kartilah. Itu menandakan kuatnya motivasi untuk menjadi
pengusaha.
Salah
seorang peserta program itu, yang juga sudah siap berbisnis di Malang, punya
permintaan ke Bank Mandiri : agar ada pendidikan serupa untuk para suami mereka
di kampung. Dia khawatir usaha mereka tidak lancer hanya karena suami tidak
mendukung. Program Bank Mandiri tersebut sangat membanggakan. Begitu
intensifnya program bisnis itu, sampai-sampai saya merasa tidak sedang di
tengah-tengah TKW. Saya lebih merasa sedang dalam kelas MBA yang besar ! “Kami
akan lanjutkan ini,” ujar Zulkifli Zaini. Tepuk tangan bergemuruh.
Bank
Mandiri yang juga memiliki program besar Wirausaha Muda Mandiri untuk Mahasiswa
akan terus diberkahi untuk mahasiswa akan terus diberkahi oleh yang Maha Kuasa.
Kini labanya mencapai rekor terbesar dalam sejarah Bank Mandiri : Rp15,5 triliun.
(Pontianak Post, 11 Maret 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar