Selasa, 04 Juni 2013

KELAS MBA BESAR DARI MANDIRI-CIPUTRA


KELAS MBA BESAR DARI MANDIRI-CIPUTRA
Manufacturing Hope
oleh
Dahlan Iskan Menteri BUMN

Saya terharu panjang pada minggu lalu di Hongkong. Bahagia. Juga bangga. Dan ikut bergelora. Lebih dari 500 tenaga kerja wanita (TKW) hari iut menyelesaikan pendidikan Entrepreneurship tiga jenjang selama 18 minggu. Sebuah pendidikan metode dan pelaksanaannya dilakukan oleh Pusat Entrepreneurship Universitas Ciputra dengan dukungan pembiayaan penuh dari Bank Mandiri.
Mereka tidak hanya diberi pengetahunan bisnis, tapi dan yang utama juga dibangkitkan harga dirinya, dimunculkan kemampuan usahanya, dan dihidupkan rasa percaya dirinya.

Mereka juga terus dilatih menuliskan mimpi, mengemukan mimpi, dan merencanakan untuk melaksanakan mimpi mereka. Mimpi itu harus ditulis dengan amat pendek, ditempel di dinding, dilihat sebelum tidur. Setiap Hari. Dan boleh diubah.
Mereka juga dilatih mengemukakan ide dalam pidato tiga menit di depan umum. Didepan kelas. Tidak boleh lebih dari tiga menit. Saya setuju. Pengusaha harus berani bicara, pandai bicara, tapi tidak boleh banyak bicara.
Ketika menyaksikan mereka tampil dengan penuh percaya diri (ada yang bicara dalam bahasa Mandarin, Canton, dan sebagian lagi dalam bahasa Inggris), saya angkat topi kepada para TKW itu.
Juga kepada para instruktur yang sudah berhasil membuat mereka berubah. Antonius Tanan, rector Universitas Ciputra Entrepreneurship Center, dan timnya rupanya tidak hanya telah mengajar, tapi lebih-lebih telah memotivasi mereka. Antonius rupanya berhasil menemukan faktor utama untuk memotivasi mereka: keluarga. Semua wanita yang pergi ke Hongkong untuk menjadi TKW itu adalah mereka yang berjuang untuk keluarga.
Lebih dari dua pertiga yang ikut program itu berstatus ibu rumah tangga. Mereka meninggalkan anak yang masih kecil dan suami masing-masing. Hanya dorongan yang amat kuat untuk memperbaiki ekonomi keluargalah yang membuat mereka rela berpisah bertahun-tahun. Tentu anak-anak mereka amat sedih karena tumbuh tanpa ibu. Anak-anak itu juga amat rindu pada kasih sayang ibunda. kesedihan dan kerinduan anak-anak yang tinggal di kampung itulah yang direkam dalam bentuk video dan diputar di depan kelas. Kelas bisnis itu hening. Lalu, terdengar isak tangis. Mereka menangis. Juga saya. Juga Dirut Bank Mandiri Zulkifli Zaini.
Tapi diruangan itu Antonius tidak mau menimbulkan kesan bahwa mereka adalah ibu-ibu yang tega. Antonius lebih memberikan gambaran betapa sang ibu sebenarnya juga amat sedih meninggalkan anak-anak kecil mereka. Sang ibu meninggalkan anak-anak itu bukan tkarena tega, tapi justru demi anak itu sendiri. Demi masa depan mereka. Pendidikan mereka. Meninggalkan anak untuk anak itu sendiri.
Memang kenyataannya banyak ibu yang lantas bergantung pada penghasilan sebagai TKW. Selesai kontrak dua tahun, mereka balik lagi ke Hongkong dua tahun berikutnya. Berikutnya lagi. Begitu seterusnya hingga banyak yang sudah delapan tahun belum juga bisa kembali berkumpul dengan anak. Bisnislah yang akan bisa membuat mereka kembali berkumpul degan keluarga. Kerinduan akan keluarga itu harus jadi motivasi utama untuk memulai bisnis.
Ilmu diberikan. Cara distimulasikan. Jalan ditunjukan. Tabungan ada. Kemampuan dimunculkan. Percaya diri sudah tinggi. Tekat sudah membaja. Terutama tekat untuk berkumpul dengan keluarga. Melihat semua itu, hari itu saya putuskan untuk tidak jadi pidato. Tidak jadi mengajar. Pidato sudah tidak akan penting lagi. Mereka sudah begitu siap memulai bisnis di kampung masing-masing. Saya hanya menyampaikan keyakinan bahwa mereka bisa.
Dalam bisnis, yang paling sulit adalah memulainya. Sedang mereka sudah sangat siap memulai. Yang juga sulit adalah mengubah sikap dari orang penganggur atau seorang pekerja menjadi seorang pengusaha. sedang mereka sudah siap berubah. Orang yang sulit berubah akan sulit jadi pengusaha. Padahal, mereka adalah orang-orang yang sudah membuktikan bahwa diri mereka pernah membuat perubahan besar dalam hidup masing-masing. Yakni, waktu mereka memutuskan berani meninggalkan kampung halaman untuk pergi ke Hongkong.
Itu adalah sebuah perubahan besar yang amat besar yang pernah mereka buat. Itu modal penting untuk perubahan berikutnya : dari pekerja ke calon juragan pekerja. Waktu say ataman Madrasah Aliyah (SMA) dan memutuskan meninggalkan kampung halaman di pelosok desa di Magetan untuk merantau ke Kaltim, itulah perubahan terbesar dalam hidup saya. Waktu memutuskan itu, rasanya dunia seperti mau kiamat. Gelap dan kalut. Putuslah semua akar kehidupan. Apalagi harus meninggalkan Aishah.
Padahal, para TKW itu tidak se kadar ke Kaltim yang hanya beda provinsi, melainkan ke Negara orang lain dengan bahsa dan budaya yang amat berbeda.
Program Bank Mandiri itu sudah berlangsung tiga angkatan. Berarti sudah 1.500 TKW yang sudah dan siap berubah jadi pengusaha. Lulusan angkatan pertama yang kini sudah jadi pengusaha sapi perah dan resto lesehan di Purwokerto, Kartilah, ditampilkan sebagai role model. Dia juga membawa anaknya yang kini sudah SMA, yang dulu bertahun-tahun ditinggalkannya.
“Waktu saya kembali dari Hongkong, mengakhiri status sebagai TKW, saya tidak langsung pulang,” ujar Kartilah dengan gaya yang sudah benar-benar pengusaha. “Saya langsung ke pasar sapi. Beli sapi” katanya. “Kalau pulang dulu, bisa-bisa gagal jadi pengusaha,” tambah Kartilah. Itu menandakan kuatnya motivasi untuk menjadi pengusaha.
Salah seorang peserta program itu, yang juga sudah siap berbisnis di Malang, punya permintaan ke Bank Mandiri : agar ada pendidikan serupa untuk para suami mereka di kampung. Dia khawatir usaha mereka tidak lancer hanya karena suami tidak mendukung. Program Bank Mandiri tersebut sangat membanggakan. Begitu intensifnya program bisnis itu, sampai-sampai saya merasa tidak sedang di tengah-tengah TKW. Saya lebih merasa sedang dalam kelas MBA yang besar ! “Kami akan lanjutkan ini,” ujar Zulkifli Zaini. Tepuk tangan bergemuruh.
Bank Mandiri yang juga memiliki program besar Wirausaha Muda Mandiri untuk Mahasiswa akan terus diberkahi untuk mahasiswa akan terus diberkahi oleh yang Maha Kuasa. Kini labanya mencapai rekor terbesar dalam sejarah Bank Mandiri : Rp15,5 triliun. (Pontianak Post, 11 Maret 2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar